"Eh liat tuh si X badannya tinggi ya, bagus banget. Coba kamu juga tinggi ya pasti makin oke"
"Wah, si ini suaranya keren deh, coba kamu juga pinter nyanyi kayak gitu"
"Ih kurusin dikit, kek."
Pernah mendengar kalimat-kalimat manis seperti itu? Yup, bahasanya memang manis dan dikemas apik, tapi tahukah kita bahwa kata-kata tersebut sebenarnya merupakan bentuk yang sedikit lebih halus saja dari sebuah sindiran dan angan-angan yang tidak kesampaian.
Mungkin sebagian kita pernah mendengar kata-kata tersebut saat sedang asyik mengobrol dengan orang tersayang. Atau bahkan, kita sendiri yang tanpa sadar pernah melontarkan kata-kata sejenis.
Girls, perlu diketahui bahwa the power of a woman is confidence.
Body shaming itu adalah hal paling mengerikan bagi siapapun--tanpa peduli gender, usia, ras, bahkan agama.
Nah, sebelum ngobrol ngalor ngidul lebih jauh,
yuk kenali dulu apa itu body shaming. Menurut en.oxforddictionaries.com, body
shaming adalah suatu perbuatan mempermalukan seseorang dengan cara mengejek
atau mengkritisi bentuk atau ukuran tubuh orang tersebut. Umumnya, sasaran
empuk para pelaku body shaming ini adalah mereka yang memiliki berat badan
ekstra atau obese. Eits, tapi jangan
salah karena mereka yang bertubuh kurus atau memiliki tinggi badan dibawah
rata-rata pun tak jarang mengalami hal ini. Penulis sendiri merupakan korban body
shaming kategori kedua karena postur yang mini-mni ini :’D
Lantas, kita semua pasti bertanya, apa sih
penyebab munculnya body shaming ini?
Seperti yang pernah disinggung diawal tadi,
body shaming muncul karena adanya figure “sempurna” mengenai bentuk tubuh
ideal. Di era media social ini, readers pasti pernah mendengar berita tentang
orang yang rela melakukan operasi plastik, suntik ini itu, demi mendapatkan
bentuk tubuh atau wajah seperti artis idola? Yup, munculnya figure-figur
berpostur sempurna memang bisa menjadi motivasi untuk mendapatkan tubuh ideal,
guys. Tapi sadarkah kita, bahwa terkadang kita malah meremehkan bentuk tubuh
diri sendiri bahkan orang lain, hanya karena tidak “sesempurna” sang idola?
Tentu kalau postur sempurna dijadikan motivasi
untuk hidup yang lebih sehat, tulisan ini tidak akan pernah ada. Tetapi,
bagaimana kalau hal tersebut malah dijadikan alasan untuk mengejek anugerah yang
diberikan Tuhan pada orang lain? Tahukah kita bahwa body shaming dapat
berdampak buruk bagi kepercayaan diri seseorang? Di beberapa negara malah
mengakibatkan seorang anak tidak punya keberanian untuk berkomunikasi dengan
ibunya setelah sang Ibu (ibunya sendiri OMG) memposting foto sang anak yang
obese dengan kata-kata menyakitkan. Seems like we have to take it seriously.
Body shaming tidak hanya tentang menghina
bentuk tubuh orang lain secara langsung maupun tidak langsung. Diri kita
sendiri pun dapat menjadi pelaku body shaming terhadap tubuh kita sendiri.
Tentu kita tidak ingin dicap sebagai orang yang tidak mampu bersyukur. Namun, menentang
body shaming juga bukan alasan untuk tidak memperhatikan kesehatan terutama
pola makan. Kita seharusnya jadi orang yang paling mengenali tubuh kita. Tetap
berusaha hidup sehat dan menutup telinga terhadap perkataan negatif mengenai
tubuh kita adalah dua hal penting yang dapat menangkal body shaming.
Dan kita pun perlahan harus belajar untuk
menempatkan diri di posisi orang lain sebelum berucap baik secara lisan maupun
di media sosial.
References: