Family.
One word
means the whole world for me.
Memang benar apa yang orang-orang katakan, blood is thicker than water. Jelaslah
bahwa darah lebih kental dari air, dengan selisih massa jenis 0,06 g/cm 3
Ada yang pernah bertanya, “Kenapa sih kok takut
banget pulang malem?”
Seketika aku diam. Sekelebat flashback langsung
mampir di otakku. Yup, momen ketika ayahku bilang begini, di suatu sore ketika ia
baru saja sampai dirumah. (biasanya beliau menjemputku pulang kuliah, tapi kali
itu aku memang sudah pulang duluan)
*Ayah*, “Nah anak ayah udah nyampe,
Alhamdulillah.”
*aku*, “Hehe iya, kan emang pulangnya cepet.”
*Ayah*, “Iya, ayah tu khawatir kalo anak belum
pulang kerumah, apalagi sampe malem ga ada kabar”
-percakapan dilakukan dalam bahasa Palembang-
Disitu aku termangu. Betapa aku sering
menyepelekan memberi kabar bahkan hanya lewat sms/line semata karena takut kena
marah. Aku tidak tahu betapa ada orang-orang yang memikirkanku seperti ayah dan
ibu… betapa aku selama ini menutup mata, merasa jadi orang paling menderita
sedunia padahal ada dua malaikat dari surga yang dikirim Allah untuk menjagaku
dan adikku.
Aku pun sering mendadak mellow, kala ingat
betapa ayah selalu bangun pagi-pagi untuk mengantarku. Atau ingat ibu yang dini
hari sudah misuh-misuh mengepulkan dapur agar bisa membawakanku bekal. Lihatlah,
ada orang yang begitu memperhatikan pencernaanku. Ya, aku memang sering mellow
bahkan over small things. Hal kecil
bagi mereka, tapi tidak bagiku karena terselip cinta didalamnya.
Betapapun betahnya ngobrol berjam-jam dengan
temanku, masih betahlah aku berceloteh dimeja makan bersama ayah ibu dan
adikku.
Terkadang, ketika aku sedang kelabu dilanda
masalah, mereka akan tahu bahkan saat aku memilih tetap bisu.
Betapa tinggal serumah bertahun-tahun telah
melatih kemampuan telepati kami.
Adikku, yang hanya satu-satunya dan cemprengnya
minta ampun itu, walau sering mengganggu dan kuganggu, adalah orang yang setia
mendengarkan ceritaku ditengah malam sekalipun. Betapapun kesalnya ia
dibangunkan malam hari karena aku minta ditemani ke kamar mandi, tapi ia tetap
setia bertanya apakah aku ingin dimasakkan sesuatu. Atau cerewet mengomentari
penampilanku yang kadang suka bereksperimen. Ia masih kecil, tapi kadang lebih
dewasa dibandingkan aku. Hahaha.
Atau sepupu-sepupuku, yang kalau berkumpul
sudah seperti penonton stand up comedy saking
seringnya tertawa. Kadang hanya karena hal kecil yang hanya kami saja yang
dapat mengerti. Mereka adalah tersangka yang membuat masa kecilku begitu
berwarna. Yup, mereka teman pertamaku. Seberapa jauh kami terpisah sekarang,
seberapa sibuk, tapi kami akan selalu mencari satu sama lain. Kalau ada hal
yang tidak ingin dibicarakan dengan orang tua, kami akan kukuh menyimpan
rahasia. Bahkan terang-terangan bekerja sama. Tanpa diminta.
Family is everything. No matter how much we
argue, we’ll always find a way to love each other.
Keluarga bagiku adalah segalanya. Sama sekali
tidak pernah terbesit niat untuk mengecewakan mereka. Merekalah satu-satunya
yang tidak pernah membentuk image apa-apa tentang diri kita. Family is a place
where we could be the truest of ourselves.
Mau bagaimanapun rupamu, sifatmu, baik burukmu,
status sosialmu, keluarga selalu bisa menerimamu apa adanya. Seberapa sering
berselisih paham bahkan sampai bertengkar, jalan pulang selalu mengarahkanmu ke
rumah.
Seberapa panjangnya omelan ibumu, atau galaknya
ayahmu, merekalah yang pertama kali menyambut kedatanganmu di dunia. Mereka
yang pertama kali mengajakmu berbicara. Membimbingmu melangkah. Memegang
tanganmu dikala jatuh. Mendengar celotehmu. Mengajarimu bagaimana menjalani
kehidupan.
Seberapa sering adikmu mengganggumu, atau kakak
memarahimu, tapi merekalah yang pertama kali mau mendengar keluh kesahmu.
Mereka ah yang bertahan bertahun-tahun memaklumi sifat burukmu. Merekalah yang
pertama kali mengulurkan tangan untukmu. Ikhlas. Tanpa perasaan ingin dibalas
sedikitpun.
Love is home.
With ♥,
Ema